30 May 2015

Dikotomi Negeri Muslim Minus Islam VS Negeri Islam Minus Muslim


Barat yang Megah, Sesungguhnya Rapuh - sumber gambar: novaonline.nvcc.ed

Sedikit selintingan tentang adagium menyesatkan 'Di Barat sana, ku temukan Islam namun tidak ada muslim, di negeri ini, kutemukan muslim tapi tidak dengan Islam'. Negara-negara Eropa konon sangat maju, berpendidikan dan kuat karena aturan-aturan yang dibuat bahkan bukan berdasarkan agama (walaupun aroma Kekristenan tetap ada), dan nilai-nilai yang universal dan humanis itulah --bukan aspek legal formal syari'at-- yang mestinya dijunjung oleh orang Islam yang fanatik, totaliter dan fundamentalis, katanya juga.

Not to mention, bagaimana ukuran kemajuan peradaban itu jika ternyata ada fakta-fakta sejarah yang lebih mencengangkan karena disebabkan cara berpikir di luar Islam. Di antaranya ya tentang pembunuhan-pembunuhan paling masif/genosida seperti yang dilakukan Hitler dan perang dunia yang luar biasa besar itu, itu semua bukan dilakukan oleh muslim, bahkan tidak sama sekali didasari semangat keislaman. Lalu kolonialisme yang selain menghisap habis SDA penduduk dunia ketiga, juga menyisakan 'mental' terjajah selama berabad-abad (inferiority complex/ Minderwürdigkeit) kemudian dan juga institusi-institusi besar semacam PBB yang bersumber dari semangat persaudaraan antar bangsa, keseteraan kemerdekaan ummat manusia dan tentu nilai-nilai kemanusiaan sendiri dewasa ini malah seakan mandul tidak mampu memenuhi nilai-nilai yang dianutnya terbukti dengan terus menerus adanya kedzaliman di berbagai belahan dunia yang mengarah pada penjajahan, genosida dan pengusiran seperti di Palestina, Uighur, dan terbaru Rohingya.

Di negeri-negeri di Barat sendiri, keteraturan kota-kotanya, kedispilinan warganya, minimnya korupsi, ditegakkannya hukum-hukum yang seakan menyilaukan itu ternyata memiliki borok-borok yang tidak terelakkan. Amerika Serikat misalnya, negeri adidaya ini memiliki pendapatan film porno melebihi revenue-nya Microsoft, atau Belanda yang memiliki taman khusus yang pengunjungnya boleh berhubungan badan secara legal di depan umum, malah kalau anjing masuk ke situ tidak dilarang, sama juga berhubungan badan di kereta api di tempat umum dilegalkan, asalkan suka sama suka. Lain lagi di Jepang yang masyarakatnya dikenal workaholic, ternyata memiliki tingkat bunuh diri yang tertinggi di dunia dan tradisi "bukkake” yaitu mengeroyok rame-rame satu gadis dengan belasan pria sekaligus, dan kesemuanya itu legal saudara-saudara!!

Tentu cara berpikir dikotomis 'negeri muslim minus Islam' atau 'negeri Islam minus muslim' bukan karena perbedaan antara 'Islam' dan 'muslim' itu sendiri, tetapi karena cara pandang pincang yang menghendaki bahwa Islam itu sekadar nilai-nilai universalnya saja, Islam itu hanya diambil saripatinya saja semacam toleransi, penjunjungan tinggi akan kemajuan atau kemanusiaan. Tapi bukan seperti itu seharusnya, Islam adalah sistem mabda berbasiskan tauhid yang syumul, kompleks dan integratif yang tidak mungkin dicerai beraikan secara sewenang-wenang sehingga ketika ada kebaikan yang dipraktikkan oleh golongan non Islam kita katakan itu Islam, tidak seperti itu. Maukah dikatakan bahwa orang-orang Yahudi dengan provokasi teologis dari Talmud oleh Zionisme Internasional untuk hijrah ke Palestina itu disebut sangat Islami karena dicap Tauhid sebagaimana diketahui agama Yudaisme itu monoteis? Atau kaum Budhhis yang terkenal petapa mencinta keharmonisan itu sangat sesuai dengan konsep zuhud lantas juga disebut Islami? Tidak kan? Nah, begitu juga ketika berbicara dengan masalah negeri ini. Orang-orang ini hanya memang satu nafas dengan materialisme yang sudah pasti memiliki ukuran kemajuan hanya dalam ukuran fisik semata.

Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat) .(Al Insan 27)

Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (Al isro, 18)
 
Wallahu a'lam. Correct me if I'm wrong.

Bil Mujmal Ahlusunnah Wal Jama'ah

Oleh: Ust. Priyo Djatmiko 10/05/2015 


Ini argumentasi saya kenapa keduanya (Salafiy dan Aswaja, ed.) mesti dianggap bil mujmal (secara global, red.) Ahlussunnah wal jamaah. Baik keduanya, punya dasar kategori sebagai berikut: Bahwa semua orang apapun manhajnya bisa terjatuh pd kesalahan akhlaqiyah dan kekeliruan ghulluw, tapi ini bukan dasar penghukuman umum. Dasar penghukuman umum adalah apa yang diwakili oleh manhajnya itu sendiri: sekarang bagi teman-teman Aswaja: secara umum manhaj Salafiy yg menjadi titik beda adalah hal-hal berikut ini:
  1. Bab madzhab, ijtihad dan taqlid, 
  2. Bab asma wa shifat (tafwidh makna vs tafwidh kayfiyat, istbat vs takwil),
  3. Bab tasawuf dan yang terkait
  4. Bab bid;ah dan amalan-amalan terkait yg diperselisihkan. 
  5. Bab syirik dan amalan-amalan terkait yg diperselisihkan  
  6. Bab takfir dan penerapannya, tapi ikhtilaf di poin 6 ini semua kelompok berselisih dan saling tumpang tindih, jadi kita kecualikan saja soal ini.

Dari poin 1-5, misalnya meski secara umum saya pribadi mengelirukan pendapat Salafiyah, itu tidak menjadikan saya mengeluarkan mereka dari Ahlussunnah, misalnya dengan ungkapan seperti model ini: menyandingkan mereka di kanan sebagai musuh Aswaja, di kirinya Syi'ah. Artinya meski ada pendapat mereka yang saya keluarkan dari representasi pendapat Ahlussunnah Wal Jama'ah (sikap pribadi), tapi mereka sendiri tidak keluar Ahlussunnah Wal Jama'ah. Tidak keluar itu artinya di dalamnya bukan cuma dekat tapi masih di luar. Artinya bukan sekadar ahlul qiblah tapi memang sama-sama ahlussunnah wal jamaah. Kalau sekadar ahlul qiblah maka ia bisa masuk ke 72 golongan yg harus dicuci dulu dengan naar (hehe). Yang sekadar itu misalnya Syi'ah secara umum, Khawarij, Muktazilah...

Lho, kenapa Syi'ah, Khawarij dan Muktazilah dikeluarkan tapi kedua golongan ini tidak? Karena ada kesamaan yg menjadi ciri khusus yang membedakan Ahlussunnah Wal Jama'ah secara umum: yaitu "sunnah", atau standar kebenaran, yang mencakup masdar syar'i (quran dan hadits, metode umum untuk memverifikasi dan meng-istinbath atau fiqh) dan "jama'ah" yaitu konsep ummah, ulama dan ulil amri. Yang pertama ("sunnah") lebih banyak kesamaannya daripada yang kedua ("jamaah") karena yang kedua ini banyak sekali berubah di zaman modern ini, yang dinamikanya jauh lebih dahsyat daripada ketika di zaman ulama-ulama pendahulu, jadi semakin banyak variasi pendapat yang kadang bertentangan tidak berkonsekuensi mengeksklusikan dari Ahlussunnah Wal Jama'ah. Artinya kesamaan-kesamaan ini jika ditimbang bobotnya lebih berat daripada perbedaan yang di atas, baik khilafiyah masalah di atas (1-6) itu khilafiyah muktabar dari salaf atau tidak. Misalnya khilafiyah muktabar adalah manhaj dalam soal ijtihad-madzhab-taqlid, karena ada ulama-ulama seperti Imam As Syaukani, As Shan'ani, kalau tidak mau menyebut Ibnul Qayyim dan Ibn Taimiyah. Itu hanya contoh.

Terus apakah dengan demikian kita aman dari api neraka? Ya tidak, meskipun kita masuk ke dalam Ahlussunnah Wal Jamaah, tapi kita bisa melakukan dosa seperti di atas: dosa kesalahan akhlaqiyah dan dosa kekeliruan ghuluw

Ya dengan begini saya rasa kedua belah pihak sama-sama lebih banyak yang tidak setuju dengan saya daripada yang setuju. Bahkan setuju pun tidak banyak membantu kalau pihak yang lain tidak sama-sama menyambutnya. Artinya ya harus sama-sama, tidak bisa sepihak.

Aswaja?

Sudah seakan menjadi suatu konsensus tidak tertulis bahwa istilah 'aswaja' yang pada awalnya merupakan kependekan dari Ahlusunnah Wal Jama'ah kemudian lama-lama dipakai dalam konteks Indonesia untuk menunjukkan golongan muslim tradisionalis (katakan saja NU yang dominan, atau Perti yang semisal). Entahlah, apa karena memang warga Nahdliyin ini memang sukanya gak ribet, kalau nulis gelar kehormatan dan pujian seperti bagi Allah pake SWT, untuk Nabi Muhammad pake SAW, terus sahabat nabi pake RA dan seterusnya.

Kemudian istilah 'salafy' yang pada awalnya justru dipakai oleh kalangan muslim tradisional untuk memberi nama pesantren yang bercorak tradisional juga (klop) sebagai pembeda dengan corak pesantren modern model Gontor dan sejenisnya eh malah dipakai oleh golongan puritanis yang sering dituduh Wahhabi dan gak mau disebut Wahhabi.

Tapi entahlah, ini poster yang diisi oleh da'i Salafy malah memampang nama ASWAJA, apakah metode dakwah atau ingin taqrib? Wallahuu a'lam, yang pasti kita mesti rukun brai

Catatan: Saya masih NU lho, gak ada taqiyah pura-pura biar bisa promosi acaranya teman-teman Salafy.

24 May 2015

Gak Mau Mengaku Salah


People spend too much time finding other people to blame, too much energy finding excuses for not being what they are capable of being, and not enough energy putting themselves on the line, growing out of the past, and getting on with their lives. J. Michael Straczynski

Hitung






Komentar

Tentang Blog Ini

Seorang pembelajar yang berharap tidak berhenti belajar, seorang hamba yang berharap tidak berhenti menghamba

Followers