Renungan Kecil tentang Equinox dan Sains Islam
Oleh Ismail Al Alam
Beberapa hari lalu, BMKG memprediksi bahwa hari ini, 24 September 2017, akan terjadi equinox, yakni keadaan di mana posisi matahari dari sudut pandang bumi berada persis di garis khatulistiwa.
Keadaan ini akan meningkatkan suhu bumi beberapa derajat lebih tinggi. Kita akan merasa lebih kepanasan. Tetapi di Cileungsi, langit sudah mendung menjelang siang, dan turun hujan walau sebentar di sekitar pukul 14:00. Beberapa teman yang bercakap soal rencana mereka di WhatsApp Group juga mengabarkan bahwa hujan turun di tempatnya berada.
***
Sains menunjukkan kita banyak prediksi tentang kejadian alam, karena sains adalah upaya menjelaskan kejadian alam berdasarkan hukum sebab-akibat. Dari penjelasan tersebut, sains memberikan kita pola-pola berulang yang bisa diterapkan pada fenomena untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Oleh Imam Al-Ghazali, hukum sebab-akibat dikaitkan dengan keterlibatan langsung Allah atas segala kejadian, lewat perbuatan terus mencipta secara atomik, sehingga sesungguhnya tiada daya dan upaya selain atas kehendak Allah. Dalam bahasa para pengkaji pemikiran Islam, paham ini disebut dengan okasionalisme (occasionalism).
Historiografi pemikiran Islam yang diupayakan beberapa orientalis (dan kalangan muslim pembeonya) menuduh pemikiran Imam Al-Ghazali ini sebagai sumber kemandekan pikiran dan kemalasan berusaha umat Islam. Padahal selain berargumen demikian, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa, karena Allah Maha Pengasih dan mengasihi manusia yang memiliki keterbatasan akal, maka Allah "lebih sering" (tentu, dalam ukuran nalar kita tentang waktu) mengatur alam ini dengan pola-pola tertentu, sehingga akal kita yang terbatas dapat mempelajarinya.
Saat itulah, sains lahir dari peradaban manusia. Hal ini juga berlaku pada perbuatan manusia; sekalipun penentu semua perbuatan manusia adalah Allah, tetapi manusia memiliki kesadaran akan perbuatannya sendiri dan terus menambah pengetahuan tentang perbuatan yang diridhai dan dimurkai Allah, sehingga manusia tetap dikenai kewajiban untuk berbuat sesuai ridha Allah, dan melaksanakan apa yang dimurkai Allah adalah kezaliman manusia atas diri dan sesamanya.
Sains yang lahir dari kesadaran ilahiah di atas, tentang alam (sains alam) dan manusia (sains sosial-humaniora), adalah sains Islam. Penerapan sains Islam di masa kini akan banyak bersentuhan dengan teori, metodolologi, teknologi, dan obyek kajian yang sama dengan sains sekuler yang berlangsung tanpa kesadaran ilahiah. Selain menjelaskan atomisme secara rasional yang memuaskan akal kita, Imam Al-Ghazali juga menjelaskan cara menjaga kesadaran itu agar senantiasa hadir kepada jiwa kita sebagai pengetahuan langsung (intuitif), yakni dengan melatih diri untuk menjalankan syariat di tingkat ihsan atau, lebih gamblang lagi, dengan mengamalkan tasawuf.
***
Tatkala mengerahkan upaya saintifik untuk mengetahui penyebab suhu siang hari yang lebih panas dari sebelumnya, dan hasilnya malah menunjukkan kemungkinan terjadi equinox di tanggal 24, kita sesungguhnya telah melakukan ikhtiar, yakni memilih dan melakukan yang terbaik dari kebaikan-kebaikan yang kita peroleh berdasarkan ilmu. Kita jadi lebih menyiapkan diri, keluarga, dan teman tidak terlalu lama berada di bawah terik matahari langsung, dan minum air lebih banyaj demi kesehatan.
Ikhtiar yang dilakukan dengan tetap menyadari bahwa semua sudah dalam pengaturan Allah, akan membuat kita lebih rendah hati ketika berhadapan dengan kecanggihan temuan sains yang memukau dan sering melenakan kita. Siapa yang menyangka pula kalau ternyata Allah berkehendak hari ini mendung, turun hujan, dan suhu malah menjadi sejuk setelahnya?
Wallahu a'lam
0 komentar:
Post a Comment