Selalu ada hal pertama dalam hidup ini. Sejak mulai aktif menggunakan GNU/Linux di tahun 2009, saya mulai aktif berkontribusi dengan membuat distro remaster Sundara OS di tahun 2011 sampai dengan 2017. Hal itulah yang kemudian membawa saya pada perjalanan berikutnya di LibreOffice. Berbekal kegemaran dalam memaksimalkan UI terlebih tema ikon sejak era remaster, saya mengirimkan tema ikon Karasa Jaga ke LibreOffice upstream pada tahun 2018 dan di tahun tersebut saya melamar menjadi anggota TDF (The Document Foundation). Sejak saat itu saya lebih intens berkontribusi ikon ke LibreOffice, dari mulai melakukan pembaruan major pada elementary di tahun 2018, lalu mulai melakukan pemeliharaan tema ikon Breeze dan Sifr di tahun 2019 sampai sehingga tahun 2020 saya membidani kelahiran Neo Colibre, yaitu Colibre yang disesuaikan dengan tema ikon di produk arus utama dan juga Sukapura untuk macOS.
Atas kontribusi-kontribusi tersebut sejak 2018 sampai 2023 ini (kecuali saat pandemi Covid-19 di 2020 dan 2021) setiap tahun saya selalu diundang untuk hadir di Konferensi LibreOffice internasional yang dalam rentang tahun tersebut selalu di adakah di belahan bumi barat. Sesuatu yang menjadi kendala tersendiri bagi saya. Dengan sistem reimbursement yang berlaku, saya harus mempersiapkan dana yang relatif lumayan besar untuk dapat berangkat menghadiri acara konferensi tersebut. Untuk tiket pesawat misalnya di tahun 2019 yang berlokasi di Almeria Spanyol harus mempersiapkan anggaran paling tidak sekitar Rp 20 juta hampir 4 (empat) kali UMP (Upah Minimum Provinsi) DKI Jakarta. Belum lagi biaya penginapan yang mesti dihitung. Apalagi saya juga perlu mempersiapkan Visa yang tentu menuntut biaya tambahan yang sayangnya bagian ini tidak dibantu. Praktis saya melewatkan acara demi acara tersebut hingga tulisan ini terbit.
Kemudian tibalah di tahun 2023 ada acara LibreOffice Conf. Asia x UbuCon Asia 2023 (LOUCA23) yang diadakan di Indonesia, lebih tepatnya di UNS (Universitas Sebelas Maret) Surakarta/Solo. Di acara tersebut saya mengirimkan Call for Papers dengan judul "The Upfront Troops in The UI: Behind The Scene of Creative Design Works of LibreOffice Icon Themes". Alhamdulillah makalah saya diterima dengan baik oleh panitia dan secara otomatis saya menjadi salah satu pembicara dan berkesempatan bertemu dengan banyak pegiat/aktivis free/libre open source lokal dan internasional. Ya minimal di kawasan Asia lalu cerita pun dimulai...
Saya memutuskan ke Surakarta dengan moda transportasi yang kiranya belum pernah saya coba. Kemudian dengan pertimbangan utama tersebut saya memutuskan menggunakan bus sleeper walaupun saya ternyata kebagian bus sleeper waktu kepulangan, sementara pas keberangkatan hanya dapat bus Double Decker. Yang menarik, di hari keberangkatan Kamis 5 Oktober 2023 saya dapat jadwal pukul 19:45 WIB. Sore hari itu saya masih ada pekerjaan dari kantor sehingga mengakibatkan saya berangkat sekitar pukul 19:00 WIB dari rumah. Saya sudah siapkan wudhu siapa tahu masih sempat shalat Isya di Terminal Kampung Rambutan. Saya cek di peta perjalanan memakan sekitar setengah jam lebih dan ketika sudah naik ojek daring ternyata jalan begitu macet luar biasa tidak seperti biasanya. Saya begitu was-was bercampur deg-degan karena waktu tempuh yang semakin lama. Alhamdulillah dengan kegesitan abang ojeknya dan atas izin Allah saya masuk ke bus tepat pukul 19:45. Sungguh di luar prediksi BMKG!!!
Naik bus Indorent yang nyaman banget |
Kembali ke pemilihan moda transportasi pada bus sleeper, di daerah Jawa Barat tidak ada bus semacam ini. Waktu ke salah satu kota di Jawa Timur pun saya pernah pakai pesawat terbang dan sewa bus ukuran sedang. Saya baru tahu betapa mengenaskannya pelaju bus di Jawa Barat setelah mencoba bus keren macam ini. Ini menjadi pengalaman pertama saya naik bus nyaman: posisi duduk yang lega sehingga kaki bisa selonjoran, ada selimut yang dicuci wangi dengan binatu / laundry, malah disediakan makan malam beserta sebelumnya kudapan ringan mie dalam kemasan dan air teh atau bisa juga air kopi. Sesuai informasi di awal keberangkatan dari pramugari (aneh sekali saat mendengar pengumuman nama supir disebut sebagai kapten dan asistennya menjadi pramugari haha), pukul 01:00 dini hari bus melipir ke rumah makan. Kesempatan ini saya pakai untuk menunaikan sholat Isya karena baru sempat sholat Isya lihurmatil waqti (untuk menghormati waktu agar tidak terkena dosa) di dalam bus. Sementara makan malam saya bungkus. Yang membuat saya heran lagi, dengan jalur tempuh sekitar 529 km bisa ditempuh dalam waktu 8 jam-an! Padahal saya ke rumah orang tua dari Jakarta yang berjarak 250 km-an butuh waktu 7 jam-an baik naik bus ataupun naik kereta. Sudah nyaman cepat pula..
Setelah sampai di Terminal Tirtonadi di waktu Shubuh Jum'at 6 Oktober 2023, saya sebenarnya agak kebingungan mau ke mana karena acara sendiri baru mulai esok hari. Saya berinisiatif berkabar di grup tapi sepertinya belum ada orang yang bisa saya sambangi. Di saat itu saya pun belum memutuskan tempat penginapan dengan maksud saya ingin mencari tempat penginapan yang paling banyak dipilih dan kalau bisa lebih dekat ke lokasi. Situasi belum berubah sampai akhirnya atas tautan informasi dari Mas Saputro Aryulianto saya memutuskan menginap di UNS Inn, hotel yang paling dekat dengan kampus UNS (malah sepertinya satu kawasan dengan kampusnya). Sempat menunggu mentari terbit di Masjid Al Musafir yang berada di dalam terminal sambil sarapan dengan menu makan bungkusan semalam, saya "terusir" karena masjid mau dibersihkan. Saya pindah ke area tunggu walaupun masih kebingungan hendak pergi ke mana.
Dengan kondisi badan yang lelah dan mengantuk dan belum ada tanggapan dari kawan-kawan di grup saya memutuskan ke hotel pukul 07:00 pagi. Walaupun check in baru bisa dilakukan pukul 14:00, saya minta izin untuk menumpang di ruang resepsionis sembari melakukan revisi terhadap materi sampai pukul 11:00 saya sudah dipersilahkan check in lebih awal. Setelah proses penelusuran sayang ternyata di hotel tersebut hanya ada satu peserta yang menginap yaitu Mas Bayu Aji. Sebagian pemateri/panitia menginap di Ibis Style Solo dan sebagian lagi di Asian Hotel.
Menunggu Penjemputan Ojek Daring |
Pukul 16:00 lewat saya berjalan kaki menyusuri jalan besar depan UNS untuk mengisi perut yang kosong. Saya mencari tempat makan yang tidak terlalu di pinggir jalan mengingat potensi terkontaminasi polusi haha. Saya menemukan tempat makan agak menjorok ke dalam dan memilih menu soto ayam. Saya menyodorkan uang 100 ribuan saat menu sudah dihidangkan dan duarrr kembaliannya Rp 93 ribu. Haha murah sekali untuk orang Jakarta seperi saya yang biasa makan soto ayam plus nasi minimal keluar uang Rp 15 ribu.
UNS yang Berbukit-bukit tapi Cari Makan Sekitar Agak Sulit Wkwkwk |
Menjelang Maghrib, saya melihat di grup kedatangan Bang @fenris / Khairul Aizat Kamarudzzaman ke lokasi venue di gedung F FKIP. Saya berinisiatif menghubungi dia untuk bisa diberikan tumpangan sambil ngobrol-ngobrol lah. Alhamdulillah saat Maghrib itu kendaraan dia tiba di lokasi depan UNS Tower Hotel (persis depan hotel UNS Inn). Di lokasi venue saya berkenalan dengan banyak sekali orang yang selama ini saya tahu perbincangannya di media sosial atau platform grup. Benar, ini adalah kali pertama saya menghadiri "kopdar" besar bersama pegiat free/libre open source. Yang mengejutkan lagi, saya sempat dianggap dari Malaysia oleh beberapa orang seperti Mas Andik Nur Ahmad dan satu lagi saya lupa karena saya selalu mengobrol dengan Bang Fenris dan Bang Muhammad Syazwan Md Khusaini.
Dari kanan ke kiri: Aizat aka fenris, saya sendiri, Wan, Kho Zhong Zheng aka ZZ, Youngbin Han, Saputro Aryulianto |
Setelah menyapa dan mengobrol beberapa waktu sampai agak malam dengan beberapa panitia saya pun kembali ke hotel jalan kaki menggunakan panduan peta daring. Dengan kondisi perut lapar saya terhenyak lihat postingan grup Telegram ada foto makan malam bersama. Wah gini nih kalau tidak sehotel sama banyak orang jadi gak bisa ngajak bareng makan haha. Tak ada pilihan, pesan makanan secara daring menjadi jalan keluar. Lagi-lagi di sini saya kaget, harga makanan daring kok masih aja lebih murah bahkan dari harga beli langsung di Jakarta.
Hari Pertama Acara
Masuk ke hari pertama acara, saya bergegas langsung jalan kaki ke main hall yang merupakan tempat saya menyampaikan materi. Tapi sebelumnya, saya belum hapal sebenarnya lokasi karena sebelumnya diantar Fenris. Proses menuju lokasi gedung F FKIP cukup drama juga, saya nyasar beberapa kali walaupun menggunakan aplikasi peta daring. Bolak-balik jalan di siang yang panas cukup membuat kepala pening :D sampai akhirnya bisa masuk ke main hall. Namun berhubung saya mengisi di hari kedua, saya gunakan kesempatan ini untuk melihat dan memperhatikan situasi kondisi di lokasi. Main hall ini bagi saya mengingatkan pada ruang auditorium kampus saya dulu di Universitas Paramadina. Saya perhatikan penyampaian materi di main hall punya tantangan tersendiri. Dengan ruangannya yang sangat besar dan menampung banyak orang, mempertahankan fokus peserta ke materi menjadi sangat menantang. Banyak sekali para peserta sibuk mengobrol masing-masing atau ke booth-booth sponsor di sekitarnya. Tapi ya itu buat saya wajar, karena tidak semua pemateri (dan kemungkinan besar termasuk saya) yang bisa mempertahankan fokus perhatian dan mengajak peserta merasa terlibat dan antusias sampai selesai. Belum jika yang disampaikan adalah perkara-perkara teknis. Bahkan mungkin banyak pemateri yang tidak terbiasa atau malahan pertama kali berbicara di depan publik. Makin runyam kalau memakai pengantar Bahasa Inggris. Untuk itu saya putuskan sepertinya besok memakai pengantar Bahasa Indonesia agar tujuan materi lebih bisa disampaikan.
Saya juga menyempatkan menghadiri materi yang disampaikan Lothar K. Becker (Co-Chair LibreOffice Certification - Jerman) dan Franklin Weng - Taiwan tentang Program Sertifikasi LibreOffice di Ruang 1G110. Perlu pembahasan khusus terkait ini, tapi faktualnya dari Indonesia belum ada yang tersertifikasi. Ya semacam masalah ayam dan telur ini mah.
Selepas acara panitia menawarkan makan malam untuk para pembicara di Palm Ethnic Resto. Di sini makanannya menurut saya super enak, agak menyayangkan saya mengambil porsi kecil haha. Ada kejadian yang agak memalukan di tempat ini, cuman saya tidak akan menceritakannya di sini. Japri aja kalau mau tahu ya.
Hari Kedua Acara
Tibalah hari Ahad 8 Oktober 2023 saya mengisi materi. Saya menyampaikan materi setelah Bang Farhan Perdana yang asyik banget itu selesai. "Waduh kebagian yang abis yang asyik", pikir saya. Total salindia (slide) saya adalah 41 halaman (dikurangi halaman judul dan halaman penutup), dengan waktu 45 menit harusnya satu salindia mesti dihabiskan dalam 1 menit. Saya juga sudah mengingat-ingat materi ajar public speaking Pak Anies Baswedan waktu masih jadi rektor kampus. Namun pas naik ke tempat yang disediakan saya merasa tidak bisa menerapkannya dengan baik. Tak terasa 45 menit berlalu begitu saja saat saya memaparkan pembahasan di salindia ke-39. Saya tahu waktu saya sudah habis karena jreng jreng jreng ternyata ada salah seorang panitia yang bertugas jadi pengingat waktu di depan yang baru saya ketahui keberadaannya saat itu juga karena dia mengangkat kedua tangannya membentuk huruf T. Padahal ya materi intinya itu hakikatnya ada di salindia 40 sampai dengan selesai, mana ada niatan buat praktik tipis-tipis tadinya pada akhirnya gak kesampean juga.
Boleh dibilang saya kurang cermat mengalokasikan waktu presentasi, malah di awal saya terlalu banyak diskusi dengan panitia tentang kemungkinan menggunakan laptop sendiri yang akhirnya batal juga bahkan yang agak fatal saya tidak mengetahui adanya sang pengingat waktu di kursi depan wkwkwk. Suatu lesson learned yang sangat berharga.
Malam kedua ini tidak luput juga panitia mengajak makan malam di Restoran Tirai Bamboe, salah satu tempat makan yang ternyata tidak ada bambu-bambunya sama sekali haha. Saya mengobrol cukup intens dengan Mas Utian Ayuba bosnya B-Tech yang ternyata satu mejanya itu kemungkinan karyawan-karyawannya. Salut euy ketemu pebisnis di bidang free/libre open source yang juga mengajak karyawannya ikut aktif di komunitas.
Hari Ketiga Bukan Acara
Hari ketiga memang bukan bagian dari acara karena di hari terakhir panitia menawarkan One Day City Tour. Saya memutuskan pindah ke Hotel Ibis Style Solo karena ada lebih banyak orang yang memilih penginapan di situ. Yang saya ingat ada Pak Ahmad Haris, Lothar, Franklin, Pak Didiet A. Pambudiono dengan tujuan agar lebih mudah berkomunikasi. Sayangnya mungkin karena kecapean saya kebablasan tidur setelah shalat Shubuh hingga sarapan agak siang. Dengan begitu saya memutuskan untuk menyusul ke lokasi. Lokasi pertama yang saya susul di Keratonan Surakarta. Tiket masuknya Rp35.000,00. Di situ saya izin shalat dulu ke seseorang di rombongan namun ternyata ada miskomunikasi sehingga keluar dari keraton saya tertinggal (kembali) haha. Lanjut ojek daring menyusul lokasi selanjutnya yaitu Masjid Raya Syeikh Zayed saya akhirnya bisa naik bus untuk tujuan-tujuan selanjutnya: makan siang di Adem Ayem Resto lalu ke The Heritage Palace dan terakhir membeli oleh-oleh di Javenir.
Boleh dibilang One Day City Tour ini berkurang kema'syukannya karena cuaca yang cukup panas membakar Surakarta. Tapi saya merasa bersyukur bisa ikut menikmati keindahan Surakarta. Kota pertama di Jawa Tengah yang saya kunjungi. Ada banyak sekali hal pertama yang saya alami berkat ikut LOUCA 2023 ini.
Saya ucapkan terima kasih khususnya kepada sponsor yang mendukung terselenggarannya acara ini juga para panitia yang sudah bersusah payah menginfaqkan tenaga pikiran dan waktu yang tentunya tidak sedikit. Saya tentu tidak tahu detailnya namun saya merasa senang sekali banyak sekali anak-anak muda yang terlibat aktif. Saya juga berharap adanya regenerasi berkelanjutan terutama buat saya yang saat ini menjadi pemelihara aktif satu-satunya tema ikon LibreOffice upstream. Tidak mesti teman-teman wajib jago coding/pemrograman untuk ikut aktif berkontribusi, ada banyak wilayah yang bisa dijamah. Jika ada yang perlu sesi khusus kembali karena saya sebenarnya merasa berhutang tentunya Insya Allah saya tidak merasa keberatan.