Aku datang melanglang buana ke negeri di atas awan nan dingin membawa sejuta misi perubahan, mengemban semilyar harapan pada kesempatan ini. Tak ada lagi pilihan, si kambing hitam yang sangat apet mengejar-ngejar masyarakat Indonesia sekarang ini menekanku untuk selalu tegar. Setelah reda era krisis moneter di Indonesia, kini dunia sedang dilanda macam-mocem isu: pemanasan global, krisis energi, resesi ekonomi, kelangkaan pangan, dll (dan lieur-lieur), aku memang insan yang telah digariskan untuk mengecap dinginnya Cisarua sambil terus menempa diri. Kubebaskan semua belenggu aneh yang mengikatku di masa transisi awal, SMP. Aku hanya memiliki pemikiran dangkal <-oolihatlah dunia="">, jangan jadi seonggok daging yang hanya ingin nafsu dan perut, aku adalah aku yang terbaik. Buat apa meniru orang yang akan menghapus nilai eksklusivismeku.
Muak kabina-bina anu pohara kacida aku melihat untaian sepeda laki-laki perkasa dan kerempeng yang menghabiskan waktu dan tenaga untuk pekerjaan yang tak menjanjikan: ngaduk, pakasaban palumpatan di Kp. Benteng, kampung saya yang tidak lantas berlari jauh.. Muak aku melihat dua remaja yang hanya mengecas nafsu berulang-ulang sampai menuju jurang, pernikahan yang tidak proporsional. Gatal aku mendengar nama Jepang yang selalu dibombardirkan ke mana-mana, memang bukan suatu hiperbola. Bosan aku dengan negara Cina dan India yang berperut (baca:penduduk) besar kini telah bangun dari tidurnya. Murel aku dengan ulah aneh Malaysia yang mencaplok Indonesia yang tak berdaya. Hayang utah aku melihat kemusykilan jurang antara penguasa yang lumrah amoral dan rakyat yang mengais, bercekcok ayam. Akankah aku menjadi anggota “Indonesia Tolol”!
Di masa SMA ini aku mendapatkan pengalaman yang dahsyat luar biasa dan insya Alloh sangat bermanfaat. Binsis SMA Plus Cisarua memang menyajikan warna-warna kehidupan yang menggoda, kadang sedih dimarahin Pembina, kadang juga nyaman berkumpul dengan kontingen-kontingen daerah se-Jawa Barat. Huhh baru sekarang ini aku rasakan warna berbeda dari hidup aku di masa menuju kedewasaan, ya memang aku temukan cabang-cabang pikiran baru bahkan semakin meranting, membolak-balikkan idealisme, cita-cita a’budulillah, nafsu, pengetahuan, keingintahuan, rasa-rasa baru, kemandirian, dan lain-lain yang akan terus menambah daftar entah sampai kapan. Ya, inilah penemuan kedirian di tengah ombang-ambingnya zaman, demoralisasi, sampai deforestisasi yang menghancurkan lingkungan. Tulisan ini dibuat mengalir saja, aku tumpahkan gundah gulana dan gersang merangsang hati ini, kurangkaikan kepingandari serpihan memori dan hati yang berserakan.
Di manakah akan aku temukan jati diti ini? Imam Al-Ghazaly berkata bahwa mengenal Tuhan itu dengan mengenal diri sendiri. Kita analogikan seperti cermin. Orang yang lupa diri, kerjaannya hanya mengkritik orang lain, menghina orang lain, ibarat cermin yang ia lihatkan kepada orang lain. Lain halnya jika kita mencerminkan dua cermin, artinya bercermin pada diri kita sendiri, kita akan melihat bayangan yang tak terbatas, artinya, kedalaman diri dapat dilihat jika kita melihat diri kita sendiri. Aku sempat terkejut dengan ungkapan guru KBM Plus Bahasa Arab aku bahwa ada seseorang yang mengatakan:” Aku tidak takut kepada Alloh” Wealaah, kagetnya, sombong banget tuh orang? Eits, lon kelar terusannya: “Tetapi aku takut kepada diri aku sendiri jika aku berbuat maksiat”. Rasakan nilai filosofis yang mendalam sekali dari kalimat ini. Terenyuh sekali seseorang apabila mendengarnya.
Ada satu pertanyaan yang menggelitik aku, walaupun semakin ngelantur aje , apakah ada kehidupan lain selain di bumi kita tercinta. Bima Sakti khan hanya seemprit dari sekian trilyunan galaksi, ya besar donk probabilitasnya. Terus, sampai kapan alam semesta akan mencapai titik kulminasi, apa seperti keingintahuan manusia yang tak pernah mencapai titik kulminasi? Apakah Big Bang akan terulang kembali? Atau bahkan akan/telah ada Big Bang-Big Bang yang lain. Di sinilah perlunya kita koreksi dan sadari keterbatasan dan kelemahan manusia.
Wallohua’lam bishowaab
.-oolihatlah>