02 February 2010

Kompetisi Website Kompas MuDa – KFC

BANGGA INDONESIA MENGAPA TIDAK?!

Didedikasikan dalam rangka "nimbrung" kompetisi menulis Kompas (mudaers.com)

Oleh Khoerullana

Seringnya menelusuri budaya-budaya negara lain lewat bacaan-bacaan dan membanding-bandingkannya secara tidak langsung, mungkin beberapa pembaca mengangan-angankan tinggal di negara lain yang diimpikannya itu. Beberapa pembaca lain mungkin akan merasakan betapa beruntungnya tinggal di Indonesia setelah menyelami lebih jauh realita yang terjadi di negara lain, entah lewat berita atau lewat buku bacaan yang objektif, yang tidak hanya membahas “yang indah-indah” saja dari negara tersebut, tetapi juga masalah-masalah yang terjadi di negara itu.

Dari beberapa segi pun, orang indonesia tidak bisa disamakan dengan orang dari negeri manapun walaupun itu sama-sama satu rumpun melayu. Apalagi dilihat dari gaya hidup, jelaslah jauh perbedaannya.

Orang yang gemar memelajari budaya negara lain, pada dasarnya seperti orang yang sedang studi banding, mengambil hal positif dari negara tersebut dan menanamnya di negara asal. Tentu saja, setelah ditransformasi ke dalam budaya Indonesia asli. Kegagalan-kegagalan transformasi nilai maupun sesuatu yan positif dari negara lain ke negara asal banyak terjadi di negeri ini. Apa memang kurang panjang pikir, atau memang kurang tak sabar, atau memang terlalu mengagung-agungkan budaya “batur” itu. Misalnya saja bangunan-bangunan beton yang ada di Padang, tanpa memikirkan segi geografis wilayah itu, Padang menjadi daerah rawan gempa dengan jumlah korban yang menakjubkan.

Memang, kesadaran itu sudah muncul hanya saja proses perubahannya tak segampang itu, banyak hal lain juga yang harus diolah dalam pikiran dan ilmu pengetahuan, tentunya dengan melihat berbagai sudut pandang.

Apapun itu penanaman budaya asing ke dalam budaya asal harus dipikir mask-masak dan melihatnya dari sudut pandang ilmu pengetahuan atau sudut pandang bidang lainnya. Sehingga bencana-bencana atau masalah-masalah yang sering melanda negeri ini bisa diminimalisir. Masalah-masalah rutin yang terjadi setiap tahun di Indonesia seperti banjir, kecelakaan lalu lintas, korupsi, kemiskinan, pengangguran, demonstrasi, atau kecelakaan yang diakibatkan minimnya infrastruktur.

Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sistem infrastruktu, negara-negara maju memiliki solusinya. Tetapi mengenai sikap masyarakatnya, Indonesia harus ekstra keras, karena segala peraturan yang dicontek dari budaya lain itu masih ada yang kurang, mungkin tidak dikonversi dengan kebiasaan-kebiasaan masyarakatnya terlebih dahulu atau memang sebetulnya di dalam pemerintahan itu banyak orang yang sakit hingga masyarakat mulai tak begitu percaya pada pemerintah. Setidaknya tidak 100% percaya.

Hampir semua permasalahan di negeri ini dapat ditemui dengan mudah, berbagai media memberitakannya. Lalu apa hubungannya dengan kita harus bangga Indonesia? Harus ada hubungannya ! Dari segala permasalahan itu, sejelek apapun Indonesia di mata negara lain, kita tetap Warga Negara Indonesia (WNI), yang lahir, hidup, dan mungkin mati di negeri ini. Tak ada Indonesia lain yang senyaman ini. Indonesia yang cook dengan kepribadian masyarakatnya, yang melimpahkan Sumber Daya Alam (SDA) yang meruah. Tetapi apakah benar SDA itu kutukan yang membuat bangsa kita malas?!

Indonesia mempunyai anak-anak bangsa yang luar biasa di mata dunia. Tetapi Indonesia juga, mempunyai anak-anak jalanan yang keberadaannya seperti hal lumrah—seolah takdir bagi mereka, yang pintar makin pintar menindas yang lemah dengan sistem kapitalismenya itu, sementara yang lemah makin malas dan lebih banyak omong daripada kerja.

Data-data di sini tidak diperlukan, tetapi yang utama dari permasalahan negeri ini adalah solusinya. Solusinya adalah kita harus bangga Indonesia terlebih dahulu, merasa memiliki akan negeri ini, sayang dan cinta, dan pada akhirnya meresapi apa yang terjadi dan apa yang diperlukan negeri ini.

Menuduh macam-macam terhadap masyarakat yang dicap pemalas pun tidak dibenarkan, orang harus bijak berpikir mengapa itu terjadi? Pasti ada sebab-sebabnya. Apa yang terlihat sekarang adalah akibat dari masa lalu, dan apa yang diputuskan sekarang adalah sebab kejadian di masa mendatang. Entah keberhasilan atau kegagalan. Mental negatif bangsa ini yang menganggap Indonesia tak bisa menjadi negara yang lebih baik hanya mampu melihat kegagalan dari masa lalu tetapi mereka buta terhadap keberhasilan yang telah dicapai negeri ini.

Memang benar keberhasilan yang dicapai tak sebanding dengan kegagalan yang terjadi. Wajar saja masyarakat Indonesia tidak percaya diri. Lalu apa yang harus dibanggakan? Apakah kita hanya cukup puas dan bangga dengan permasalahan yang ada. Seolah setiap kepala bangsa ini dituntut untuk berpikir sebelum mereka matang. Bahkan bayi yang baru terlahir pun sudah dituntut untuk membayar hutang negara. Lalu selama ini kita hidup “ngapain”? Apa sih kontribusi kita sebagai generasi muda negeri ini? Apakah hanya mampu mengeluh saja, tanpa berusaha mencari solusinya? Kita punya visi misi hidup kagak? Atau jangan-jangan kita hanya asal hidup saja, menjadi bangsa biasa yang memiliki sejarah hidup yang biasa-biasa saja.

Sahabat, perlu kita catat bahwa kebanggaan negeri ini adalah kita mmiliki tantangan yang tidak dimilki negeri maju, tantangan yang mana kita mampu menghasilkan solusi-solusi kreatif, berbeda dengan generasi muda negara maju yang kehabisan ide. Lihat Jepang, setelah mengerahkan seluruh potensinya, akhirnya mereka harus mengakui bahwa China sekarang jauh lebih unggul. Generasi Emas Jepang telah menua. Sementara mereka harus terus menghadapi tantangan yang makin menganga.

Orang Jepang dari dulu selalu kerja keras. Indonesia yang hidupnya penuh masalah, tetapi biasa-biasa saja, nyaman dan santai, bahkan masalah-masalah itu memang harus diterima dengan lapang dada, bukan untuk dicari solusinya. O, ya! Justeru sikap nrimo itulah solusinya. Sikap itu justeru membuat hidup jadi bermakna dan berkah. Jadi, bangga Indoensia, mengapa tidak?! Namun, terkadang sikap nrimo yang terjadi sekarang sama dengan sikap menyerah yang seolah tidak memiliki daya lagi.

Coba bayangkan saja, bila hidup di Jepang! Orang harus punya keahlian, segala biaya hidup tentu mahal apalagi jasa. Bayangkan juga dengan orang Jepang miskin seperti apa kualitas hidupnya? Kita jarang sekali memperhatikan hidup orang-orang dengan kualitas rendah di negara maju. Di Jerman, Perancis, Inggris, dan negara maju lainnya mereka benar-benar menganut sisem Kapitalis. Sehingga bila perusahaan kapitalis itu bangkrut maka jatuhlah seluruhnya. Kuasa Tuhan memang mudah sekali, bukan? Bersyukurlah bangsa kita yang mensyukuri segala keberhasilan juga kegagalannya. Tetapi, bersyukur saja belumlah cukup, bentuk syukur itu harus dibuktikan dengan berusaha untuk menjadi lebih baik lagi.

Orang berhasil karena banyak berusaha, begitu pun sebuah negara, sebuah negara bila menginginkan kemajuan dia harus ekstra keras mengatsi PR-PRnya. Lalu apalagi? Barengi juga dengan strategi emas, manajemen yang cook, dan sebagainya, dan sebagainya. Semua itu begitu mudah dipahami semua orang. Aplikasilah yang menentukan, sikap ingin berubah tentu harus didukung penuh!!!

Bergeraklah, bahkan di dalam sebuah perusahaan sekalipun, ada istilah senior dan junior, yang kadang pengalaman sebagai junior kita lebih banyak menuruti apa yang sudah ada, walaupun itu sejujurnya kurang begitu menguntungkan perusahaan, kita malu mengeluarkan pendapat, takut dimusuhi senior, dan keparanoidan lainnya. Akhirnya kita tak mampu membawa perubahan pada apapun.

Perubahan akan gagal bila tak ada seorang pun yang lantang mengusulkan kegiatan apa yang perlu dihentikan, pos mana yang perlu dipangkas dan tindakan apa yang harus dilakukan. Mental malas harus diubah! Terkadang Junior tak berani untuk bertindak seperti itu, sementara itu senior seperti bergotong-royong bahu membahu untuk tidak mau berubah—alasannya mereka merasa lebih nayaman dengan apa yang ada saat itu.

Memang masa transisi akan menghasilkan cobaan-demi cobaan dan tidak memotivasi kita tentunya. Lalu siapa yang akan berhasil? Merekalah orang-orang yang memiliki kemampuan adversity yang baik, yaitu orang yang memiliki kekuatan menerobos kesulitan, orang yang mampu melawan kegamangan, orang yang mampu mendobrak masuk ke situasi baru, dan orang yang mampu menghentikan kebiasaan lama.

Dia juga harus mampu memotivasi khalayak, sehingga dia harus bekerja sama dengan mereka untuk bahu membahu berubah, mereka harus dituntut komitmennya untuk berubah dan ini dibuktikan dengan saling mengontrol, kemudian terus ditindak lanjuti, dan agar tetap semangat lakukan selalu penguatan spirit dan visi.

Emirsyah Satar, CEO PT Garuda Indonesia yang berhasil menjadi CEO terbaik tahun 2009 membagi tipsnya dalam memajukan perusahaan raksasa negeri ini. Mereka bahu membahu untuk berubah, kerja tiap rantai dipertegas. Batas waktu tiap pekerjaan dipertegas, janji harus ditepati. Dan yang penting juga on-time performance. CEO bekerja sama dengan perusahaan dan perusahaan membutuhkan orang banyak untuk berubah. Nilai-nilai perusahaan Garuda Indonesia yakni FLY HI adalah efficient and effective, loyality, customer centricity, honesty and opennes, and the last is integrity.

Setiap pekerja dipacu mencapai target maksimum dan sebagai seorang CEO, gak perlu segan untuk terjun langsung ke lapangan. Justru CEO harus melihat langsung masalah-masalah di lapangan di mana pekerja bekerja. Disana tak perlu ada sakit hati antara atasan dengan bawahan. Bagaimanapun juga, Indonesia patut dibanggakan. Bangga Indonesia mengapa tidak?!***

Penulis adalah mahasiswa

Sastra Jerman UNPAD

0 komentar:

Hitung






Komentar

Tentang Blog Ini

Seorang pembelajar yang berharap tidak berhenti belajar, seorang hamba yang berharap tidak berhenti menghamba

Followers