30 May 2015

Bil Mujmal Ahlusunnah Wal Jama'ah

Oleh: Ust. Priyo Djatmiko 10/05/2015 


Ini argumentasi saya kenapa keduanya (Salafiy dan Aswaja, ed.) mesti dianggap bil mujmal (secara global, red.) Ahlussunnah wal jamaah. Baik keduanya, punya dasar kategori sebagai berikut: Bahwa semua orang apapun manhajnya bisa terjatuh pd kesalahan akhlaqiyah dan kekeliruan ghulluw, tapi ini bukan dasar penghukuman umum. Dasar penghukuman umum adalah apa yang diwakili oleh manhajnya itu sendiri: sekarang bagi teman-teman Aswaja: secara umum manhaj Salafiy yg menjadi titik beda adalah hal-hal berikut ini:
  1. Bab madzhab, ijtihad dan taqlid, 
  2. Bab asma wa shifat (tafwidh makna vs tafwidh kayfiyat, istbat vs takwil),
  3. Bab tasawuf dan yang terkait
  4. Bab bid;ah dan amalan-amalan terkait yg diperselisihkan. 
  5. Bab syirik dan amalan-amalan terkait yg diperselisihkan  
  6. Bab takfir dan penerapannya, tapi ikhtilaf di poin 6 ini semua kelompok berselisih dan saling tumpang tindih, jadi kita kecualikan saja soal ini.

Dari poin 1-5, misalnya meski secara umum saya pribadi mengelirukan pendapat Salafiyah, itu tidak menjadikan saya mengeluarkan mereka dari Ahlussunnah, misalnya dengan ungkapan seperti model ini: menyandingkan mereka di kanan sebagai musuh Aswaja, di kirinya Syi'ah. Artinya meski ada pendapat mereka yang saya keluarkan dari representasi pendapat Ahlussunnah Wal Jama'ah (sikap pribadi), tapi mereka sendiri tidak keluar Ahlussunnah Wal Jama'ah. Tidak keluar itu artinya di dalamnya bukan cuma dekat tapi masih di luar. Artinya bukan sekadar ahlul qiblah tapi memang sama-sama ahlussunnah wal jamaah. Kalau sekadar ahlul qiblah maka ia bisa masuk ke 72 golongan yg harus dicuci dulu dengan naar (hehe). Yang sekadar itu misalnya Syi'ah secara umum, Khawarij, Muktazilah...

Lho, kenapa Syi'ah, Khawarij dan Muktazilah dikeluarkan tapi kedua golongan ini tidak? Karena ada kesamaan yg menjadi ciri khusus yang membedakan Ahlussunnah Wal Jama'ah secara umum: yaitu "sunnah", atau standar kebenaran, yang mencakup masdar syar'i (quran dan hadits, metode umum untuk memverifikasi dan meng-istinbath atau fiqh) dan "jama'ah" yaitu konsep ummah, ulama dan ulil amri. Yang pertama ("sunnah") lebih banyak kesamaannya daripada yang kedua ("jamaah") karena yang kedua ini banyak sekali berubah di zaman modern ini, yang dinamikanya jauh lebih dahsyat daripada ketika di zaman ulama-ulama pendahulu, jadi semakin banyak variasi pendapat yang kadang bertentangan tidak berkonsekuensi mengeksklusikan dari Ahlussunnah Wal Jama'ah. Artinya kesamaan-kesamaan ini jika ditimbang bobotnya lebih berat daripada perbedaan yang di atas, baik khilafiyah masalah di atas (1-6) itu khilafiyah muktabar dari salaf atau tidak. Misalnya khilafiyah muktabar adalah manhaj dalam soal ijtihad-madzhab-taqlid, karena ada ulama-ulama seperti Imam As Syaukani, As Shan'ani, kalau tidak mau menyebut Ibnul Qayyim dan Ibn Taimiyah. Itu hanya contoh.

Terus apakah dengan demikian kita aman dari api neraka? Ya tidak, meskipun kita masuk ke dalam Ahlussunnah Wal Jamaah, tapi kita bisa melakukan dosa seperti di atas: dosa kesalahan akhlaqiyah dan dosa kekeliruan ghuluw

Ya dengan begini saya rasa kedua belah pihak sama-sama lebih banyak yang tidak setuju dengan saya daripada yang setuju. Bahkan setuju pun tidak banyak membantu kalau pihak yang lain tidak sama-sama menyambutnya. Artinya ya harus sama-sama, tidak bisa sepihak.

0 komentar:

Hitung






Komentar

Tentang Blog Ini

Seorang pembelajar yang berharap tidak berhenti belajar, seorang hamba yang berharap tidak berhenti menghamba

Followers